Sabtu, 31 Desember 2011

Ekologi Hutan


A.    PENGERTIAN EKOLOGI HUTAN
Ekologi Hutan adalah Ilmu yang mempelajari hubungan antara mahluk hidup dengan lingkungan. Hubungan ini sangat erat dan komplek sehingga menyatakan bahwa ekologi adalah biologi lingkungan (Eviromental biology).
Adapun ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat.
Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah sangat tepat, mengingat hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling memengaruhi dan saling bergantung. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan beberapa definisi tentang hutan sebagai berikut.
1.      Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 Tahun 1999).
2.      Hutan adalah lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem (Kadri dkk., 1992).
3.      Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan (Soerianegara dan Indrawan, 1982).
4.      Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis (Arief, 1994).

B.     BIDANG KAJIAN EKOLOGI HUTAN
Di dalam ekologi hutan ada dua bidang kajian, yaitu : Autekologi dan Sinekologi.
1.      Autekologi, yaitu ekologi yang mempelajari suatu spesies organisme atau organisme secara individu yang berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh autekologi misalnya mempelajari sejarah hidup suatu spesies organisme, perilaku, dan adaptasinya terhadap lingkungan. Jadi, jika kita mempelajari hubungan antara pohon Pinus merkusii dengan lingkungannya, maka itu termasuk autekologi. Contoh lain adalah mempelajari kemampuan adaptasi pohon merbau (Intsia palembanica) di padang alang-alang, dan lain sebagainya.
2.      Sinekologi, yaitu ekologi yang mempelajari kelompok organisme yang tergabung dalam satu kesatuan dan saling berinteraksi dalam daerah tertentu. Misalnya mempelajari struktur dan komposisi spesies tumbuhan di hutan rawa, hutan gambut, atau di hutan payau, mempelajari pola distribusi binatang liar di hutan alam, hutan wisata, suaka margasatwa, atau di taman nasional, dan lain sebagainya.
Dari segi autekologi, maka di hutan bisa dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis pohon yang sifat kajiannya mendekati fisiologi tumbuhan, dapat juga dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis binatang liar atau margasatwa. Bahkan dalam autekologi dapat dipelajari pola perilaku suatu jenis binatang liar, sifat adaptasi suatu jenis binatang liar, maupun sifat adaptasi suatu jenis pohon.
Dari segi sinekologi, dapat dipelajari berbagai kelompok jenis tumbuhan sebagai suatu komunitas, misalnya mempelajari pengaruh keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi dan struktur vegetasi, atau terhadap produksi hutan. Dalam ekosistem hutan itu bisa juga dipelajari pengaruh berbagai faktor ekologi terhadap kondisi populasi, baik populasi tumbuhan maupun populasi binatang liar yang ada di dalamnya. Akan tetapi pada prinsipnya dalam ekologi hutan, kajian dari kedua segi (autekologi dan sinekologi) itu sangat penting karena pengetahuan tentang hutan secara keseluruhan mencakup pengetahuan semua komponen pembentuk hutan, sehingga kajian ini diperlukan dalam pengelolaan sumber daya hutan.
C.    ILMU-ILMU YANG BERKAITAN DENGAN EKOLOGI HUTAN
Mempelajari ekologi hutan merupakan kegiatan manusia secara menyeluruh dengan tujuan mengarahkan atau memelihara ekosistem hutan dalam keadaan yang memungkinkan untuk selalu bisa dijadikan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan manusia sepanjang masa. Mengingat hutan merupakan suatu ekosistem, dan setiap ekosistem apa pun dibentuk oleh banyak komponen baik komponen hayati maupun komponen nonhayati, maka semua informasi tentang masing masing komponen sangat penting, dan untuk itu diperlukan bidang ilmu yang relevan terhadap kajian komponen ekosistem. Oleh karena itu, beberapa bidang ilmu yang relevan dengan ekologi hutan diuraikan sebagai berikut (Arief, 1994; Soerianegara dan Indrawan, 1982).
1.       Taksonomi Tumbuh-tumbuhan
Spesies pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan sangat beranekaragam, dibutuhkan pengenalan sifat generatif yang berdasar pada sifat-sifat bunga dan buah. Untuk itu diperlukan buku-buku praktis mengenai flora dan pengenalan spesies pohon. Berdasarkan pengalaman di lapangan, seringkali dijumpai pohon pohon yang dalam keadaan sedang tidak berbunga atau berbuah, sehingga pengenalan sifat vegetatif sebagai alternatif pengganti sangat diperlukan. Indonesia dikenal karena hutannya kaya flora, akan tetapi pengenalan terhadap pohon dan spesies tumbuhan lainnya masih sangat kurang.
Di hutan Indonesia diprakirakan ada lebih kurang 4.000 spesies pohon, tetapi spesies-spesies pohon itu belum dicakup secara rinci dalam buku buku tentang flora. Oleh karena itu, pengenalan jenis pohon masih bergantung kepada jasa dari orang-orang yang tinggal di daerah setempat, juga dengan cara mengoleksi contoh organ tumbuhan untuk dideterminasi yang kemudian disusun daftar nama pohon berdasarkan daerah asalnya. Cara demikian dapat membantu dan mempermudah studi komunitas tumbuhan dan kegiatan inventarisasi hutan.
2.      Geologi dan Geomorfologi
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk batuan, lapisan-lapisan batuan, dan fosil yang terdapat di dalam bumi. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi termasuk proses dan evolusi pembentukannya. Keadaan geologi dan geomorfologi sangat memengaruhi keadaan hutan. Pada kondisi iklim yang sama, jenis-jenis batuan yang berbeda akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda. Pada jenis tanah tertentu juga akan menghasilkan tipe komunitas tumbuhan tertentu.
Demikian pula kondisi topografi dan relief mempengaruhi komposisi dan struktur hutan karena kondisi topografi dan relief yang berbeda akan menyebabkan perbedaan pada kesuburan tanah dan kondisi air tanah. Selain itu, perbedaan letak suatu tempat (ketinggian tempat dari permukaan laut) akan menyebabkan perbedaan iklim dan berpengaruh terhadap penyebaran tumbuhan.
3.      Ilmu Tanah
Tanah adalah tubuh alam (bumi) yang berasal dari berbagai campuran hasil pelapukan oleh iklim dan terdiri atas komposisi bahan organik dan anorganik yang menyelimuti bumi, sehingga mampu menyediakan air, udara, dan hara bagi tumbuhan, serta sebagai tempat berdiri tegaknya tumbuh-tumbuhan. Ilmu tanah murni sering disebut pedologi, sedangkan ilmu yang mempelajari tanah dari sudut pandang sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi. Kesuburan tanah mempengaruhi keadaan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Kesuburan tanah akan berpengaruh terhadap tipe vegetasi yang terbentuk serta berpengaruh terhadap keproduktifan hutan. Oleh karena itu, tanah merupakan salah satu faktor pembatas alam yang memengaruhi pertumbuhan semua spesies tumbuhan, struktur, dan komposisi vegetasi, sehingga akan berpengaruh terhadap tipe hutannya.
4.      Klimatologi
Salah satu faktor penting yang memengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembapan, dan tekanan nap air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Pengaruh iklim terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan sangat nyata, terlebih lagi iklim mikro di suatu tempat yang bergantung kepada keadaan topografi dan kondisi atmosfer karena kondisi atmosfer juga ikut menentukan sifat iklim setempat dan regional. Adanya perbedaan iklim akan menimbulkan variasi dalam formasi hutan (Arief,1994). Sebaliknya kondisi vegetasi atau komunitas tumbuhan hutan juga memengaruhi atau mengendalikan perubahan terhadap unsur-unsur iklim, sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi iklim lokal sangat bergantung kepada kondisi vegetasi yang ada.
5.      Genetika
Ilmu genetika mempunyai peranan besar dalam memahami pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Pengaruh genetik dari tumbuhan yang satu terhadap tumbuhan lainnya dapat diketahui dengan ilmu genetika. Apabila ada dua atau lebih tumbuhan yang hidup berdekatan akan menyebabkan terjadinya perkawinan silang atau hibridisasi di antara mereka.
Akibat dari perkawinan silang ini akan muncul keturunan baru yang memiliki sifat hampir sama dengan kedua induknya. Untuk itu, pengetahuan tentang genetika diperlukan dalam mengenal sifat-sifat berbagai spesies tumbuhan dan makhluk hidup yang lain termasuk sifat-sifat ekologinya.
6.      Geografi Tumbuhan
Dulunya ilmu ekologi, ekologi tumbuhan merupakan cabang dari ilmu geografi tumbuhan (phytogeography) yang membahas pengaruh faktor lingkungan terhadap penyebaran tumbuhan. Dari sudut pandang aspek komunitas tumbuhan, ekologi hutan sama dengan ekologi tumbuhan. Akan tetapi dari sudut pandang ekosistem, maka ekologi hutan memiliki cakupan yang lebih luas dari ekologi tumbuhan. Oleh karena itu, ekologi hutan sangat berkaitan dengan ilmu geografi tumbuhan mengingat pola penyebaran berbagai Spesies pohon perlu diketahui dalam kaitannya dengan perbedaan kondisi fisik bumi, kondisi iklim, geomorfologi, dan kondisi fisiografi. Ini semua diperlukan karena sangat membantu dalam mempelajari susunan dan penyebaran formasi hutan.
7.      Fisiologi dan Biokimia
Kajian dari segi autekologi terhadap makhluk hidup yang ada di dalam hutan hampir sama dengan kajian fisiologi (fisiologi tumbuhan maupun fisiologi hewan). Telah dikemukakan bahwa fisiologi mempelajari proses kerja yang terjadi dalam tubuh organisme. Salah satu proses yang terjadi di dalam tubuh organisme ada proses yang bersifat kimia yang dinamakan proses biokimia.
Sebagai contoh pengetahuan tentang proses pembentukan resin pada pohon anggota genus Pinus, pembentukan damar pada pohon anggota famili Dipterocarpaceae, pembentukan lateks pada pohon Hevea brassiliensis, Dyera costulata, pembentukan kopal pada pohon anggota genus Agathis, pembentukan kemenyan pada pohon Styrax benzoin, dan pengetahuan tentang proses biokimia lainnya sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui unsur-unsur lingkungan apa yang berpengaruh terhadap produksi resin, damar, lateks, kopal, atau kemenyan.

D.    FORMASI EKOSISTEM HUTAN
Formasi ekosistem hutan terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan. Pengelompokan formasi hutan didasari oleh paham klimaks, yaitu komunitas akhir yang terjadi selama proses suksesi. Paham klimaks berkaitan dengan adaptasi tumbuh-tumbuhan secara keseluruhan mencakup segi fisiologis, morfologis, syarat pertumbuhan, dan bentuk tumbuhnya, sehingga kondisi ekstrem dari pengaruh iklim dan tanah akan menyebabkan efek adaptasi pohon serta tumbuh-tumbuhan lainnya menjadi nyata. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk susunan ekosistem hutan (formasi hutan).
Berdasarkan atas faktor lingkungan yang memiliki pengaruh dominan terhadap bentuk susunan komunitas atau ekosistem hutan, maka ekosistem hutan dikelompokkan ke dalam dua formasi, yaitu formasi klimafis dan formasi edafis. Formasi klimatis disebut juga formasi klimaks iklim, sedangkan formasi edafis disebut juga formasi klimaks edafis. Pengertian dari masing-masing formasi adalah sebagai berikut.
1.      Formasi klimatis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, misalnya temperatur, kelembapan udara, intensitas cahaya, dan angin. Ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis, yaitu hutan hujan tropis, hutan musim, dan hutan gambut (Santoso,1996; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Schimper (1903 dalam Arief, 1994), ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis, yailu hutan hujan tropis, hutan musim, hutan sabana, hutan duri, hutan hujan subtropis, hutan hujan temperate, hutan konifer, dan hutan pegunungan. Menurul Davy (1938 dalam Arief,1994), hutan-hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis adalah hutan hujan tropis, hutan semi hujan, hutan musim, hutan pegunungan atau hutan temperate, hutan konifer, hutan bambu atau hutan Gramineae berkayu, dan hutan Alpine.
  1. Formasi edafis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, misalnya sifat-sifat fisika, sifat kimia, dan sifat biologi tanah, serta kelembapan tanah. Ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi edafis, yaitu hutan rawa, hutan payau, dan hutan pantai. Schimper, 1903 dalam Arief, 1994 menyebutkan hutan-hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis mencakup hutan tepian, hutan rawa, hutan pantai, dan hutan mangrove. Menurut Davy (1938 dalam Arief, 1994) yang termasuk ke dalam kelompok formasi edafis, yaitu hutan riparian, hutan rawa, hutan mangrove, hutan pantai, hutan kering selalu hijau, hutan sabana, hutan palma atau hutan nipah, dan hutan duri. Hutan riparian (riparian forest) dianggap sebagai subtipe hutan hujan tropis, sedangkan hutan nipah (nipha forest) sering dianggap sebagai konsosiasi dari hutan payau atau hutan rawa; bergantung kepada faktor edafisnya. 
  2.     FUNGSI HUTAN BAGI LINGKUNGAN
Hutan mempunyai fungsi ekologi/lingkungan yang berarti melindungi, karena potensi hutan dan keanekaragaman hayati dapat berfungsi sebagai penyangga kesimbangan, perlindungan kehidupan, memelihara kesuburan tanah, proteksi daerah aliran sungai, pengendali erosi, penyimpang cadangan, penyerap Co2, dan pengendali O2. Fungsi hutan tersebut sebagai penyangga tanah dan tata air, sumber hayati dan keanekaragaman hayat, serta penyangga iklim.
Hutan sebagai penyangga tanah dan tata air mempunyai keterkaitan yang erat, yakni apa yang terjadi dengan hutan akan terpenagruh keapda tnah dan tata air. Sebaliknya jenis tanah dan pola tataran air akan sangat berpengaruh kepada kelangsungan hutan.
Secara Hidrologi, hutan dapat menaikkan laju serapan air kedalam tanah sehingga memperbesar simpanan air tanah yang dapat memperbesar aliran air pada musim kemarau. Menurut R Zon, 7 (tujuh) persembilan bagian hujan yang turun di suatu kawasan berasal dari penguapan daratan, sisanya dari lautan. Dengan demikian lautan adalah sumber hujan, berarti hutan adalah sumber air dan merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Untuk keberhasilan pengelolaan kawasan hutan secara hidgrologis, dapat dicirikan oleh terpeliharanya kesuburan tanah, ketersedian sumber air dan debit yang tidak berkelebihan (banjir) dimusim hujan. Ini berarti proses hidrologis yang ideal pada daerah aliran dalam konteks produksi air yang berasal dari kawasan hutan yang dikelola, masih berada dalam batas-batas kuantitas, kualitas, dan waktu lamanya aliran berlangsung. Sehubungan itu, hutan selain mempunyai fungsi penting sebagai penyangga tanah dan tata air, juga sebagai sumber daya hayati dan keanekaragamanan hayati.
Keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam ekosistem hutan sebagai kekayaan alam pemanfaatannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia, seperti: kayu, rotan, daun, buah, getah, madu, satwa liar serta bahan baku obat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan hutan . Hutan Indonesia kaya akan tumbuhan dari 40.000 spesies tumbuhan di dunia 30.000 terdapat di Indonesia dan sekitar 8.000 spesies bermanfaat sebagai obat.
Hutan didalamnya hidup segala jenis makhluk dan sumber kehidupan bagi makhluk lain didalamnya dan disekitarnya, Menurut M.Bismark, hutan Indonesia memiliki berbagai jenis satwa (fauna), yaitu: 515 jenis mamalia (jumlah tebesar di dunia), 1.519 jenis burung (urutan 4 di dunia), 270 jenis ampibi (urutan 5 dunia), dan 600 jenis reptil (urutan 3 dunia).
Dengan demikian, hutan selain berfungsi sebagai sumber daya produksi, juga berfungsi sebagai habitat keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa. Untuk itu, pengaturan perlindungan sumber daya hayati dan keanekaragaman hayati telah diatur dalam United Nations Convention on Biological Diversity (Earth Summit, 1992) Kemudian Pemerintah Indonesia mengesahkan menjadi UU No.5 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity. Ketentuan tentang perlindungan sumber daya hayati dan keanekaragaman hayati, telah diatur dalam perundang-undangan sebelum Earth Summit 1992 (UNCED) diadakan, yaitu UU No.5 Tahun 1990 tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, dan Keppres No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan hutan Lindung.
Untuk menjaga dan mengembangkan sumber daya hayati dan keanekaragman hayati dilakukan konservasi pada kawasan lindung, terutama keterkaitan dengan fungsi hutan sebagai sumber plasma nutfah. Selanjutnya, fungsi hutan sebagai penyangga iklim bumi, secara klimatologi hutan mempunyai fungsi yang penting, khususnya dengan penyerap CO2 dalam proses fotosintesis dan sekaligus melepasakan O2 dalam proses yang sama. Salah satu penyebab kenaikan CO2 yang merupakan gas rumah kaca terpenting adalah penebangan kayu hutan kebakaran hutan. Kegiatan penebangan dan kebakaran hutan di daerah, khusus kaliamantan , sebagai penyebab utama terjadinya pemanasan global karena hutan kurang mampu menyerap CO2 dan menyimpan karbon atau endapan karbon.
Pemanasan global adalah naiknya suhu permukaan bumi karea naiknya intensitas Eefek Rumah Kaca (ERK). Fungsi hutan sebagai penyangga iklim bumi sifatnya global. Upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, pada KTT Bumi (Earth Summit) 1992 di Rio de Jeneiro, telah menghasilkan konsensus internasional dengan ditandatangani United Nation Framework Convention on Climate Change oleh sejumlah Negara di dunia, termasuk Indonesia. Konvensi tersebut ditindaklanjuti dengan disahkan UU No.6 Tahun 1994 tentang United Nation Framework Convention on Climate Change.
Pertimbangan konservasi tentang perubahan iklim ini adalah bahwa kegiatan manausia telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, sehingga akan memperbesar dampak gas rumah kaca secara alami. Hal ini akan berakibat meningkatnya rata-rata pemanasan permukaan bumi dan atmosfer serta akan dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada ekosistem alam dan kehidupan manusia.
Kedepan fungsi lindung hutan sebagai penyangga iklim bumi yang berdasarkan daya dukung dan daya tampung diharapkan dapat memenuhi kebutuhan manusia atas pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim pada masa kini dan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar